Sumbarpro. SPBU biasanya identik dengan suara mesin, deru kendaraan, dan aroma bensin. Namun suasana berbeda terdengar di SPBU Kiambang, Nagari Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar. Dari sudut kecil dekat parkiran, musik pop Minang mengalun lembut, menyatu dengan hiruk pikuk kendaraan yang keluar-masuk.
Di lokasi itu, Rio (39), pengamen modern, pada Sabtu (18/10/2025) menjadikan area pengisian bahan bakar sebagai panggung kecilnya.
Dengan mikrofon di tangan dan sound system aktif yang ia bawa menggunakan motor bebek tuanya, Rio melantunkan lagu-lagu Minang dan pop Indonesia secara bergantian.
“Awalnya saya cuma bawa gitar, keliling biasa. Lama-lama saya coba pakai speaker kecil biar suaranya lebih jelas,” ujarnya
Menurut Rio ia sudah tiga bulan menetap di Batusangkar. Sebelumnya, ia mengamen di beberapa kota seperti Payakumbuh dan Pekanbaru. Setelah menikah dengan perempuan asal Lintau, ia memilih menetap agar dekat dengan keluarga.
“Dulu saya cuma pakai sound yang kecil, tapi lama-lama rusak dan mengeluarkan asap, mungkin karena sering dibawa berpindah tempat, Akhirnya saya kredit speaker aktif yang agak besar biar hasil suaranya lebih bagus,” katanya.
Kini, setiap kali suasana SPBU mulai ramai, Rio memanfaatkan momen itu untuk tampil. Ia selalu meminta izin terlebih dahulu kepada petugas sebelum menyalakan alat musiknya.
“Yang penting nggak dekat pompa, karena bisa ganggu kendaraan yang isi bensin,” ujarnya.
Rio tidak selalu sendiri. Kadang ada pengunjung yang ikut bernyanyi, seperti Fitri, penjual pisang rebus dari Nagari Cubadak. Ia kerap menyumbangkan lagu sebelum berjualan. “Petugas SPBU bilang, boleh jualan disini asal nyanyi dulu. Saya turuti saja, lagian memang hobi juga,” katanya sambil tertawa.
Ada pula Ujang (37), pedagang somai yang sering berjualan di sekitar SPBU. Saat libur jualan, ia memilih ikut menyanyi. “Daripada bosan di rumah, mending hibur orang di sini,” ujarnya.
Bagi sebagian pengunjung, kehadiran mereka justru menambah suasana hidup. Anto (40), pengendara yang sedang antre mengisi bensin, mengaku senang dengan hiburan sederhana itu.
“Biasanya kalau antre lama kan bosan. Tapi kalau ada musik begini, rasanya cepat,” katanya.
Dilanjutkan Rio baginya musik bukan sekadar alat mencari nafkah, tapi juga ruang untuk menyalurkan perasaan. Ia tahu panggungnya hanya beralaskan aspal dan atap seng SPBU, tapi bagi dirinya itu cukup.
“Kalau bisa kerja dari pagi sampai magrib, saya senang. Kadang motor rusak, bensin habis, ya saya pinjam motor etek istri,” ujarnya tersenyum lirih.
Hasil ngamen yang ia peroleh tak selalu besar. Namun baginya, yang penting masih bisa makan, membayar angsuran speaker, dan memberi jajan anak. “Anak saya selalu bilang, ‘kalau ayah pulang nanti belikan makanan ya.’ Itu yang bikin semangat,” tambahnya.
Pihak SPBU Kiambang pun tidak mempermasalahkan aktivitas itu. Diki, pengawas SPBU, saat didatangi Sumbarpro (18/10/2025) di kantornya menyebut kehadiran pengamen seperti Rio justru membawa warna baru.
“Kami tidak merasa terganggu. Malah jadi hiburan untuk petugas dan pengendara. Asal mereka sopan dan izin dulu, kami izinkan. Antrian panjang pun terasa cepat karena suasananya hidup,” tuturnya.
SPBU biasanya hanyalah tempat singgah sementara, tapi di Kiambang, ruang itu menjelma jadi wadah ekspresi musik dan pertemuan sosial. Dari pengamen, pedagang, hingga pengunjung, semuanya berinteraksi lewat lagu.
Bagi Rio, mungkin ini bukan panggung besar — tapi justru di sinilah harmoni kehidupan itu tumbuh: sederhana, spontan, dan penuh makna.















