Sumbarpro – Viral di media sosial unggahan yang memperlihatkan sebuah dokumen Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang menjadi bungkus bawang.
Unggahan yang beredar itu berasal dari salah satu akun Facebook bernama Aris Setiawan.
Dalam postingan itu, tampak sebuah kertas berlogo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah lecek.
Dalam kertas itu tertulis data jabatan salah satu kapolres di Jakarta dan keluarganya.
Ada sebuah pelaporan harta berupa rumah yang bernilai Rp 612 juta.
“Beli bawang dapet bungkus dokumen KPK,” demikian keterangan unggahan itu.
Belakangan, unggahan itu telah dihapus oleh pengunggahnya.
Namun, sudah ada salah satu akun lainnya yang sempat memposting ulang unggahan tersebut.
“Postingannya dihapus gara-gara terlalu berbahaya,” tulis pengunggah itu lagi.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, memastikan dokumen tersebut bukanlah hasil cetakan KPK.
“Kami pastikan bahwa itu bukan dokumen cetak dari KPK,” kata Budi kepada wartawan, dikutip Kamis (18/9/2025).
Budi menjelaskan, dalam proses pelaporan LHKPN masing-masing pejabat negara harus mengisi data keluarga dan hartanya secara mandiri.
Kemudian, data tersebut nantinya baru akan dikirimkan ke KPK sebagai bentuk pelaporan.
“Kemungkinan besar dokumen itu berasal dari situ, karena memang KPK tidak pernah mencetak dokumen LHKPN, namun dokumen itu bisa diungguh dan dicetak oleh pihak pelapor,” ujar Budi.
Ia pun mengimbau kepada seluruh masyarakat dan pejabat negara yang hendak melapor LHKPN agar lebih berhati-hati.
“Jangan sampai data pribadi ini disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” katanya.
Dokumen Negara dan Data Pribadi Sering Jadi Pembungkus
Kejadian ini kembali menyoroti isu kebocoran data pribadi yang sudah sering terjadi di Indonesia.
Aneka belanjaan rumah tangga, mulai dari gorengan hingga bawang dan cabai sering kali dibungkus menggunakan kertas bekas.
Masalahnya, kertas-kertas ini tak jarang berisi data sensitif, seperti dokumen rahasia negara, ijazah, Kartu Keluarga, hingga data pribadi.
Dari sisi penjual, penggunaan kertas bekas ini umumnya karena harganya yang murah dan mudah didapatkan dari pemulung.
Namun, alasan ini tidak membenarkan penggunaan dokumen pribadi yang seharusnya dilindungi. (edt)