Sumbarpro – Warga Nagari Lima Kaum, Kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar, mengeluhkan minimnya fasilitas bak sampah umum di wilayah mereka.
Selama ini, masyarakat hanya bisa meletakkan kantong sampah di pinggir jalan agar diangkut petugas setiap pagi sekitar pukul 06.30 WIB.
Salah seorang pedagang makanan tradisional, Epi, mengungkapkan bahwa keberadaan bak sampah sangat dibutuhkan oleh masyarakat setempat.
Ia menilai, Nagari Lima Kaum merupakan kawasan padat penduduk dengan banyak warung, rumah kontrakan, dan kos-kosan mahasiswa karena berdekatan dengan kampus UIN Mahmud Yunus.
“Bak sampah itu penting di sini, karena daerah ini ramai penduduk dan banyak usaha makanan. Kalau ada bak, pedagang dan masyarakat juga lebih nyaman membuang sampah dan tidak khawatir diacak-acak hewan,” ujarnya kepada Sumbarpro, Minggu (12/10/2025).
Sementara itu, Wali Nagari Lima Kaum, Fadli Tarmizi, saat ditemui di kantornya pada Senin (13/10/2025), menjelaskan bahwa kendala utama belum tersedianya bak sampah di kawasan ini adalah keterbatasan lokasi yang sesuai untuk penempatan.
“Dulu pernah pemda menempatkan bak sampah di dekat kantor camat, tapi ada masyarakat yang merasa terganggu karena bau, sehingga bak itu dipindahkan lagi,” ujarnya.
Menurut Fadli, wilayah Lima Kaum secara geografis berada di tengah kota dan menjadi jalur lintas utama, yakni di sepanjang Jalan Sudirman.
Kondisi ini memungkinkan adanya oknum dari nagari lain yang membuang sampah di wilayah tersebut, terutama pada malam hari.
“Kalau warga kita sendiri, saya rasa sudah banyak yang paham. Tapi karena ini jalur pelintasan, mungkin ada oknum dari luar yang membuang sampah di sini,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Fadli menyebut bahwa pemerintah nagari tetap membuka peluang bagi masyarakat yang bersedia menyediakan lahan untuk lokasi bak sampah.
“Kalau ada masyarakat yang bersedia menyediakan tempat, silakan datangi kantor wali nagari. Kami akan menerima dengan senang hati, tapi tentu akan kami tinjau dulu apakah lokasinya punya akses jalan untuk mobil pengangkut sampah dan apakah masyarakat sekitar juga memberi izin,” jelasnya.
Sebagai langkah sementara, Fadli mengimbau masyarakat agar lebih bijak dalam mengelola sampah rumah tangga, dengan cara memilah jenis sampah sebelum dibuang.
“Pisahkan mana yang bisa dijadikan pupuk kompos, mana yang bisa dikubur, dan mana yang bisa didaur ulang. Sampah kering saja yang ditaruh di pinggir jalan, agar tidak diobrak-abrik hewan liar,” katanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa pihaknya pernah mengadakan pelatihan budidaya maggot sebagai upaya mengolah sampah organik menjadi bermanfaat. Namun, sebagian besar peserta belum mempraktikkan ilmu tersebut.
“Setelah pelatihan, warga belum banyak yang menerapkan. Mungkin karena ternak maggot tidak langsung menghasilkan uang, jadi kurang diminati,” ucapnya.
Saat ini, lanjut Fadli, masih ada beberapa warga yang beternak maggot dalam skala kecil. Namun, upaya itu masih terkendala oleh belum adanya tempat penampungan dan pembeli tetap.
“Ada yang bilang sulit menjual maggot karena penampung tidak selalu membayar tunai. Jadi banyak yang akhirnya memanfaatkan maggot itu untuk pakan ikan miliknya sendiri saja,” tambahnya.
Fadli berharap kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah dapat terus meningkat. Ia menegaskan, penanganan sampah bukan hanya tanggung jawab pemerintah nagari, tetapi juga membutuhkan partisipasi aktif warga.
“Kebersihan lingkungan adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah nagari siap memfasilitasi, tapi harus ada kemauan dari masyarakat untuk ikut menjaga lingkungan kita agar tetap bersih dan sehat,” tutupnya. (don)