Beranda / Olahraga / Festival Sipakrago Piala Bergilir Evi Yandri Rajo Budiman ke IV Resmi dibuka Wagub Sumbar

Festival Sipakrago Piala Bergilir Evi Yandri Rajo Budiman ke IV Resmi dibuka Wagub Sumbar

by Afrinaldi
A+A-
Reset

 

PADANG- Wakil Gubernur Sumatera Barat Vasco Rusermy secara resmi membuka Festival Sipakrago se Sumatera Barat Piala bergilir Evi Yandri Rajo Budiman ke IV di Kelurahan Balai Gadang Sungai Bangek Kecamatan Koto Tangah, Jumat (11/7/2025) malam.

Dalam sambutanya, Vasco Ruselmy mengatakan kegiatan ini merupakan warisan budaya Minangkabau yang perlu dilestarikan sehingga bisa menjadi permainan yang tak akan punah oleh gempuran permainan modern saat ini.

“Saya sebagai perwakilan Pemerintah Sumatera Barat sangat berterima kasih kepada bapak Evi Yandri Rajo Budiman yang selalu memberi ruang bagi para anak muda untuk berkreasi dalam memajukan tradisi budaya Minangkabau ditengah-tengah masyarakat,” ujar Wagub.

Wagub menambahkan, festival ini tak sekadar ajang kompetisi, namun adalah pernyataan kultural: bahwa Sepak Rago belum mati. Bahkan di tengah gempuran olahraga modern, tradisi yang dulu dijadikan pengalih perhatian saat silat dilarang oleh penjajah, masih berdenyut di tanah asalnya.

Sementara Evi Yandri Rajo Budiman, Wakil Ketua DPRD Sumbar sekaligus inisiator festival, menyebutkan bahwa Sepak Rago lebih dari sekadar permainan. Tak seperti sepak takraw yang bersifat kompetitif dan saling mengalahkan, Sepak Rago mengajarkan filosofi saling mempersembahkan yang terbaik. “Tak ada saling menjatuhkan, tak ada dendam. Justru yang ada adalah kekompakan dan semangat memperpanjang ritme bola di udara,” kata Evi.

Di masa penjajahan, permainan ini menjadi taktik kebudayaan untuk tetap melatih ketangkasan tanpa memicu larangan dari pemerintah kolonial. “Ini bagian dari semangat perlawanan yang terselubung,” ujar Evi.

Menurutnya, dari 19 kabupaten/kota di Sumbar, hanya Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman yang masih menjaga tradisi tersebut. Di Padang, Sepak Rago bertahan di kecamatan Koto Tangah, Kuranji, dan Nanggalo. Sementara di Padang Pariaman, hanya tersisa di sebagian wilayah.

Festival ini menjadi pengingat bahwa warisan budaya bukan sekadar cerita masa lalu, tapi nilai hidup yang bisa terus dikembangkan dalam suasana kekinian. Bola memang hanya satu, tapi setiap pantulannya membawa cerita yang menghidupkan kembali semangat para pejuang. (Naldi)

©2025 – Sumbarpro, a media company

All Right Reserved