Lebaran selalu menjadi momentum istimewa bagi masyarakat Indonesia. Selain menjadi ajang silaturahmi, Idul Fitri juga kerap diwarnai dengan tradisi open house yang digelar oleh para pejabat, termasuk kepala daerah.
Namun, di tengah tuntutan efisiensi anggaran dan fokus pada pelayanan publik, sudah saatnya tradisi ini dikaji ulang.
Setiap tahun, banyak kepala daerah menyelenggarakan open house dengan alasan menjalin kedekatan dengan masyarakat. Masyarakat dari berbagai kalangan diundang untuk datang, berjabat tangan, bahkan menikmati hidangan yang disediakan.
Namun, di balik nuansa kebersamaan itu, ada pertanyaan mendasar. Apakah anggaran yang digunakan untuk acara semacam ini lebih baik dialokasikan untuk kepentingan lain?
Tak bisa dimungkiri, penyelenggaraan open house membutuhkan biaya besar. Makanan, tenda, kursi, pengamanan, hingga berbagai keperluan lain tentu bukan hal yang murah.
Jika anggaran tersebut dialihkan untuk program sosial atau pelayanan publik, manfaatnya bisa dirasakan lebih luas.
Terlebih, di banyak daerah, persoalan kesejahteraan rakyat, infrastruktur, dan layanan dasar masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan.
Di sisi lain, kepala daerah bisa tetap menjaga hubungan dengan masyarakat tanpa harus menggelar open house besar-besaran.
Kunjungan langsung ke panti asuhan, rumah ibadah, atau menemui warga di daerah terpencil akan lebih bermakna ketimbang sekadar menyambut tamu dalam balutan seremoni formal.
Dengan cara ini, esensi silaturahmi tetap terjaga, tetapi dengan manfaat yang lebih nyata.
Kepala daerah seharusnya memberi contoh bahwa Idul Fitri bukan soal kemewahan dan seremoni, melainkan momen untuk memperkuat kebersamaan dalam kesederhanaan.
Meniadakan open house bukan berarti menutup diri dari rakyat, melainkan bentuk efisiensi dan keberpihakan pada kepentingan yang lebih besar.
Ke depan, diharapkan semakin banyak kepala daerah yang mengambil langkah serupa. Lebaran tetap bisa dirayakan dengan penuh makna, tanpa harus membebani anggaran dan melupakan kepentingan masyarakat yang lebih mendesak. *