Data BGN mencatat 4.711 orang jadi korban keracunan akibat MBG, JPPI laporkan 6.452 kasus. DPR, BGN, dan masyarakat mendesak evaluasi menyeluruh demi keselamatan siswa.
Sumbarpro – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tengah menjadi sorotan tajam publik.
Sejak awal September 2025, berbagai daerah melaporkan kasus keracunan massal siswa yang menyantap hidangan MBG.
Berdasarkan catatan Badan Gizi Nasional (BGN) per 22 September, 4.711 orang tercatat menjadi korban keracunan MBG.
Distribusi korban menurut klasifikasi wilayah BGN:
- Wilayah I (Sumatra): 1.281 orang
- Wilayah II (Jawa): 2.606 orang
- Wilayah III (Kalimantan, Bali, Sulawesi, NTT, Maluku, Papua): 824 orang
Sementara itu, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat bahwa per 21 September 2025, jumlah korban keracunan MBG telah mencapai 6.452 orang.
Menurut laporan JPPI, provinsi-provinsi dengan korban terbanyak antara lain:
- Jawa Barat: 2.012 orang
- D.I. Yogyakarta: 1.047 orang
- Jawa Tengah: 722 orang
- Bengkulu: 539 orang
- Sulawesi Tengah: 446 orang
Kasus-Kasus Terbaru
Dikutip dari laporan cnnindonesia.com, Jumat (26/9/2025), sepanjang 22–26 September 2025, sejumlah keracunan masih terus dilaporkan di berbagai wilayah.
Di Jawa Barat misalnya, Kabupaten Bandung Barat menjadi salah satu episentrum, dengan siswa di Kecamatan Cipongkor dan Cihampelas terkena keracunan MBG.
Sekitar 1.315 siswa dilaporkan mendapat perawatan medis.
Selain Bandung Barat, daerah seperti Sumedang, Cianjur, Sukabumi, dan Subang juga mengalami insiden keracunan MBG.
Di Sulawesi Tengah, khususnya Kabupaten Parigi Moutong, pada Rabu (24/9/2025) sebanyak 27 siswa menjadi korban keracunan.
Sementara, 17 siswa sudah diperbolehkan pulang, sisanya masih dalam perawatan intensif.
Seorang guru di SMP Negeri 2 Taopa, Yunasri, menyebutkan bahwa para siswa mulai mengalami gejala mual dan pusing tak lama setelah menyantap hidangan MBG, lalu dilarikan ke rumah sakit setelah keluhan muncul.
Karena insiden-insiden tersebut menimbulkan efek domino, perhatian lembaga pemerintah, media, dan masyarakat pun makin intens terhadap aspek keamanan, pengawasan, dan tata kelola program MBG.
Kepala BGN, Dadan Hindayana, menegaskan bahwa setiap daerah wajib menyiapkan protokol penanganan keracunan massal.
Dalam kunjungannya ke posko penanganan di Kabupaten Bandung Barat, Dadan menyampaikan apresiasi atas koordinasi petugas lokal dan menyebut bahwa penyelenggaraan dapur penyedia makanan MBG di daerah tersebut secara fisik dalam kondisi baik, tetapi terdapat “keteledoran” yang memungkinkan kontaminasi.
Ia menekankan perlunya evaluasi menyeluruh dan menjamin program tetap berjalan, namun dengan pengawasan dan standar higienitas yang jauh lebih ketat.
Menanggapi lonjakan kasus, Ketua DPR RI Puan Maharani mendesak evaluasi total pelaksanaan MBG.
Ia menyebut bahwa evaluasi tidak boleh hanya menunjuk kesalahan satu pihak, melainkan kolaborasi antar lembaga untuk menelusuri penyebab dari hulu ke hilir, baik di dapur penyedia maupun distribusi ke sekolah.
Puan juga menyatakan bahwa DPR berencana melakukan pengawasan langsung ke dapur penyedia dan sekolah agar gambaran titik lemah program MBG dapat diketahui secara lengkap.
Moratorium dan Transparansi
Koalisi Kawal MBG meminta agar program ini dihentikan sementara untuk dilakukan evaluasi menyeluruh.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Eva Nurcahyani, menyebut tata kelola MBG selama ini buruk dan minim akuntabilitas, serta telah berkali-kali merugikan masyarakat akibat insiden keracunan.
Catatan Kritis
- Rentang waktu masak–konsumsi
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyebut bahwa salah satu faktor pemicu keracunan adalah jarak waktu antara proses memasak malam hari hingga konsumsi di siang harinya, yang memberi peluang mikroba berkembang. - Standar higienitas dapur dan pengawasan SPPG
BGN telah menutup 20 dapur penyedia MBG (SPPG) per 14 September sebagai respons awal terhadap temuan keracunan. - Keterbatasan kapasitas daerah menangani KLB keracunan
Tidak semua daerah memiliki fasilitas penanganan massal keracunan, obat-obatan, atau sarana pendukung seperti tempat mandi darurat. Dadan Hindayana menyebut hal-hal tersebut sebagai poin yang harus disiapkan. - Differensi angka antara data BGN dan JPPI
Perbedaan jumlah korban antara BGN (4.711 orang) dan JPPI (6.452 orang) membuka pertanyaan tentang cakupan pencatatan, metode verifikasi korban, dan kemungkinan kasus-kasus kecil tak terlaporkan.
Kasus keracunan usai menyantap MBG telah memicu alarm nasional.
Ribuan siswa menjadi korban, rakyat menuntut kejelasan, dan lembaga negara berpacu untuk memperbaiki.
Ke depan, keberlanjutan program MBG harus dibarengi penguatan sistem pengawasan, akuntabilitas, dan kesiapan penanganan darurat agar tujuan gizi sehat bagi siswa tidak justru berbalik menjadi potensi bahaya. (edt)
Sumber Berita: CNN Indonesia