Padang, Sumbarpro
SETIAP kali berbicara tentang madrasah di Sumatera Barat, nama Afrizal nyaris selalu hadir di dalamnya. Sejak Maret 2024, ia dipercaya memimpin MAN 1 Kota Padang. Sebelumnya, jejak tangannya begitu kuat di MAN 3 Padang, terutama lewat program unggulan kelas takhassus yang dirancangnya.
Kini, ia melanjutkan tradisi inovasi dengan membentuk Kelas Taruna di MAN 1 Padang, sebagai ruang bagi lahirnya generasi disiplin, cinta tanah air, sekaligus siap bersaing di masa depan.
Afrizal bukan hanya seorang kepala madrasah. Ia adalah sosok pendidik yang menenun nasionalisme ke dalam denyut pendidikan. Hal itu, misalnya, tampak jelas saat ia dipercaya menjadi komandan upacara Hari Amal Bakti (HAB) Kementerian Agama ke-78 di Lapangan Balaikota Padang, Januari 2024 lalu.
Dengan topi komando berpatch Merah Putih, ia memimpin apel ribuan ASN Kemenag se-Kota Padang. Simbol sederhana, tapi sarat makna bahwa NKRI harga mati bukan sekadar slogan, melainkan napas yang ia bawa dalam setiap langkah.
“Sebagai seorang pendidik, bagi saya, nasionalisme juga harus hadir di ruang kelas, di lapangan upacara, dan dalam keseharian siswa. Nasionalisme itu soal karakter,” ujar Afrizal.
Lahir di Padang Pariaman pada 29 April 1971, Afrizal meniti jalan panjang sebagai guru. Ia memulai karier di MTsN Model Padang, lalu menjadi wakil kepala bidang kesiswaan di MTsN Durian Tarung.
Dari sana, langkahnya tak pernah surut. Ia berganti peran sebagai kepala di berbagai madrasah, mulai dari MTsN 3 Padang, MTsN Parak Laweh, MAN Padusunan, hingga dipercaya memimpin MAN 3 Padang sejak 2015.
Di MAN 3 Padang, Afrizal menorehkan tinta emas. Program unggul Kelas Takhassus yang digagasnya berhasil mengantar banyak lulusan menembus perguruan tinggi ternama dalam dan luar negeri, sekolah kedinasan, bahkan menjadi abdi negara di kepolisian dan TNI, dan instansi pemerintah lainnya.
Ia juga berhasil menggandakan jumlah siswa dari hanya 300-an ketika awal menjabat sebagai kepala MAN 3 Padang menjadi hampir seribu orang, termasuk siswa dari luar provinsi.
Madrasah itu ia sulap jadi pusat prestasi: festival pencak silat, kompetisi sains, hingga marching band Symphony Mantigo yang langganan juara dalam berbagai event.
Puncaknya, madrasah ini meraih predikat The Best Leading Islamic School in Education Quality Excellent of the Year pada Desember 2023.
Namun, kiprah Afrizal tak berhenti di ruang kelas. Ia adalah pramuka sejati. Lencana Melati yang disematkan padanya menjadi bukti, sebuah penghargaan tertinggi dalam Gerakan Pramuka yang hanya diberikan bagi mereka yang benar-benar berbakti.
Sebelumnya ia juga menerima Bintang Panca Warsa dan Bintang Dharma Bhakti.
Dari pramuka, ia belajar makna disiplin, pengabdian, dan kecintaan pada bangsa. Dari pramuka pula ia menyalurkan semangat itu ke murid-muridnya.
“Pramuka itu sekolah kehidupan. Saya merasakan betul bagaimana didikan pramuka membentuk saya menjadi lebih kuat dan konsisten. Karena itu, saya ingin anak-anak madrasah tumbuh dengan nilai yang sama,” katanya.
Afrizal selalu menekankan bahwa pendidikan bukan hanya soal nilai akademik. Lebih dari itu, madrasah baginya adalah ruang membentuk karakter, menanamkan nilai kebangsaan, dan menyiapkan generasi penerus yang tidak hanya cerdas, tapi juga tangguh.
Slogannya sederhana namun penuh makna, sekali layar terkembang, berpantang surut ke belakang.
“Kalau hanya pintar, bangsa ini tidak kekurangan. Tapi kita butuh generasi yang jujur, disiplin, dan punya cinta tanah air. Itulah yang selalu saya dorong di setiap program madrasah,” tuturnya dengan nada tegas.
Di tengah padatnya aktivitas, Afrizal tetap menjaga keseimbangan sebagai kepala keluarga. Bersama istrinya, Salmawati, guru di MTsN 1 Padang, ia membesarkan tiga anak: Jundillaah Ibnu Salaf, M. Yazid Ibnu Salaf, dan Azizah Jundatil Fadhillah.
Baginya, keluarga adalah jangkar, sekaligus sumber energi untuk terus berbuat bagi pendidikan dan negeri.
Menjelang HUT RI ke-80, Afrizal kembali menegaskan misinya. Baginya, nasionalisme harus hidup dan bergelora di ruang-ruang kelas, di barisan pramuka, di setiap langkah siswa madrasah yang kelak akan menjadi pemimpin bangsa.
“Setiap generasi punya tugas menjaga Indonesia tetap tegak. Dan tugas saya sebagai pendidik adalah memastikan anak-anak kita siap melanjutkan estafet itu,” ujarnya menutup perbincangan. (ak)
Discussion about this post